Sabtu, 27 April 2013

Wawasan Nusantara


Kehidupan manusia di dunia mempunyai kedudukan sebagai hamba Tuhan YME dan sebagai wakil Tuhan (khalifullah) di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam.

            Manusia dalam melaksanakan tugas dan kegiatan hidupnya bergerak dalam dua bidang universal filosofis dan sosial politis. Di bidang universal filosofis trasenden dan idealistik, sedangkan bidang sosial politis bersifat imanen dan realistis yang bersifat lebih nyata dan dapat dirasakan. Sebagai negara kepulauan dengan masyarakatnya yang ber-bhinneka, negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan dan kelemahan.
            Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan gegrafis yang strategis dan kaya sumber daya alam. Kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air.

Pengertian Wawasan Nusantara
            Cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiawai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita-cita nasional.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara
            1. Wilayah.
            2. Geopolitik dan Geostrategi.
            3. Perkembangan wilayah Indonesia dan dasar hukumnya.



Unsur-unsur Dasar Wawasan Nusantara
            1. Wadah
                Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi 3 komponen :



                a. Wujud Wilayah
                        Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya                    terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh dalamnya perairan. Oleh                        karena itu nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan                     dalamnya. Sedangkan secara vertikal ia merupakan suatu bentuk kerucut terbuka                      keatas dengan titik puncak kerucut di pusat bumi.
                Letak geografis negara berada di posisi dunia anatar 2 samudra, yaitu pasifik dan                           samudera hindia dan antara dua benua, yaitu asia dan australia. Letak geografis ini                           berpengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan nasional Indonesia. Perwujutan                        wilayah nusantara menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, sosial-busaya dan                 pertahanan keamanan.



b. Tata Inti Organisasi
                        Bagi Indonesia. Tata inti organisasi negara berdasarkan pada UUD 1945 yang                         menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintah, sistem                              pemerintahan, dan sistem perwakilan.
                        Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan                     berada di tangan rakyat yang sepenuhnya oleh majelis Permusyawaratan Rakyat                    (MPR). 
                        Sistem pemerintahannya menganut sistem presidensial. Indonesia merupakan                          Negara Hukum (Rechk Staat) bukan hanya kekuasaan.



c. Tata Kelengkapan Organisasi 
                        Isi wawasan nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indoensia                     dalam eksistensinya yang meliputi :
                        a)  Cita-cita bangsa Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
                                    - Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
                                    - Rakyat Indonesiayang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
                                    - Pemerintahan negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia                                            dan seluruh tumpah darah Indonesia.
                        b)  Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal.
                                    - Satu kesatuan wilayah nusantara mencakup daratan, perairan dan                                                    dirgantara.
                                    - Satu kesatuan politik.
                                    - Satu kesatuan sosial budaya.
                                    - Satu kesatuan ekonomi, atas asas usaha bersama.
                                    - Satu kesatuan pertahanan dan keamanan.
                                    - Satu kesatuan kebijakan nasional.

            2. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencangkup Dua Segi
                a. Tata laku batinia
                        Wawasan Nusantara berlandaskan pada falsafah Pancasila untuk membentuk                             sikap mental.
                b. Tata laku lahiriah
                        Wawasan Nusantara diwujudkan dalam satu sistem organisasi meliputi :                                      perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengadilan.

Implementasi Wawasan Nusantara
            3. Wawasan Nusantara sebagai pancaran falsafah Pancasila.
            4. Wawasan Nusantara dalam pembangunan nasional.
                a. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik.
                b. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai kesatuan ekonomi.
                c. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya.
                d. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan keamanan.
            5. Penerapan wawasan Nusantara.
            6. Hubungan wawasan Nusantara.Keesimpulan
                        Jadi wawasan Nusantara adalah sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenal diri dan tanah air sebagai negara kepulauan dari berbagai aspek kehidupan.

Sumber : 
google.com + wikipedia.org

Selasa, 09 April 2013

Tentang HAM




Di tengah hiruk pikuk “reformasi”, satu di antara banyak peristiwa, adalah menggelembungnya isu Hak Asasi Manusia (HAM) di negeri ini.
Awan hitam kelam menyelimuti persada. Suasana karut-marut mewarnai sudut-sudut kehidupan anak negeri. Rasa aman seakan menjadi komoditas yang sulit dijangkau. Seakan sirna kenyamanan dan rasa tenang hidup di bumi nyiur melambai. Demonstrasi, kerusuhan, penjarahan, pembantaian manusia, hiruk pikuk memenuhi etalase kehidupan. Para penegak hukum tak mampu lagi menampakkan gigi taringnya. Berbagai kerusuhan bagaikan gelombang yang susul menyusul, sementara aparat ragu untuk bertindak. Keraguan ini cukup lama bergayut di dada para prajurit, hingga melambankan gerak menyapu para pelaku keonaran. Satu di antara sebab yang melambankan gerak pihak berwajib, tumbuhnya rasa takut terjerat jaring-jaring HAM. Tak mengherankan bila saat itu para prajurit dibekali buku saku yang berisi apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan sesuai HAM.
Apa itu HAM? Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, HAM didefinisikan sebagai berikut: “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Kala itu, HAM bak monster yang menakutkan pihak aparat. Dalam skenario global, HAM menjadi alat yang langsung atau pun tidak, turut melemahkan kewibawaan pemerintah. Isu HAM terus dipompakan hingga target-target yang bersifat politis bisa digapai oleh elite politik tertentu. Selain tentunya, bagi pihak asing merupakan kesempatan emas untuk melakukan neo-kolonialisme (penjajahan model baru) melalui penetrasi budaya, yaitu menularkan budaya atau paham-paham sekular. Inti dari pemahaman ini berupaya menjauhkan umat Islam dari agamanya, dan lebih memfokuskan pada masalah dunia serta nilai-nilai yang tidak bersumber dari Islam.
Bila menilik sejarah, sesungguhnya keadaan umat Islam di Indonesia nyaris tidak lepas dari dominasi dan eksploitasi Barat. Proses sejarah menunjukkan bahwa setelah kolonialisme, yaitu penjajahan bersifat fisik berakhir, dunia Islam menghadapi masa neo-kolonialisme. Penjajahan pada fase neo-kolonialisme ini tidak lagi bersifat fisik, tetapi sudah dalam bentuk penjajahan nilai, ideologi, atau paham. Fase inilah terjadinya ghazwu al-fikr (perang pemikiran). Walaupun secara fisik negara-negara tempat kaum muslimin tinggal telah merdeka, namun tekanan budaya Barat senantiasa dijejalkan kepada kaum muslimin. Sehingga, akibat penetrasi budaya, ideologi, dan pemahaman tersebut, berubahlah cara pandang, cara berpikir, tingkah laku, bahkan i’tiqad (keyakinan) sebagian kaum muslimin. Nas`alullaha as-salamah wal ‘afiyah (Kepada Allah l-lah kita memohon keselamatan dan afiat).
Perubahan gaya hidup dengan meniru kaum kafir tersebut tentu saja melalui proses waktu. Secara bertahap namun terarah, proses tersebut terus bergulir hingga seseorang lantas mengikuti gaya hidup orang kafir. Rasulullah n telah memperingatkan perihal ini. Berdasar hadits dari Abu Hurairah z, Rasulullah n bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا حُجْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ. قَالُوا: الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ
“Sungguh kamu akan mengikuti cara-cara orang-orang sebelummu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga seandainya mereka berjalan (masuk) lubang dhabb (sejenis biawak), niscaya kamu pun akan berjalan ke lubang tersebut.” Para sahabat bertanya: “(Apakah yang dimaksud) Yahudi dan Nashara?” Jawab Rasulullah n: “Siapa lagi?” (HR. Ahmad, dishahihkan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir wa Ziyadah, no. 5063)
Seiring arus globalisasi, gerakan neo-kolonialisme pun semakin mendapat celah untuk terus menerjang batas-batas negara. Karena, globalisasi itu sendiri dimaknai sebagai proses integrasi (penyatuan) ideologi, paham, nilai budaya ‘penjajah’ terhadap yang ‘dijajah’. Sehingga ideologi, paham, nilai budaya ‘penjajah’ terserap dan menyatu dalam kehidupan masyarakat yang ‘dijajah’. Inilah hakikat globalisasi terkait dengan gerakan neo-kolonialisme. Pemberian beasiswa untuk mempelajari Islam ke McGill University, Montreal, Kanada atau ke Chicago University, Amerika Serikat adalah bagian kecil dari program neo-kolonialisme. Menghadirkan para selebriti Barat ke negeri-negeri kaum muslimin juga merupakan bagian neo-kolonialisme. Dengan neo-kolonialisme, Barat melakukan hegemoni, yakni melakukan dominasi pemikiran, cara pandang, ideologi, pemahaman, dan budaya, hingga terbentuk sikap mental: “Kalau tidak dari Barat, tidak modern,” atau “Kalau tidak dari Barat, tidak keren.”
Dalam ranah sosial politik, demokratisasi merupakan sistem nilai dan ideologi yang ditanamkan ke negeri-negeri kaum muslimin. Demokrasi sebagai produk kebudayaan dan filsafat Barat melalui proses penetrasi yang kuat telah cukup membawa hasil yang ‘memuaskan’. Cap ‘tidak demokratis’ adalah sesuatu yang tidak disukai oleh kalangan pemerintahan di sebagian negara-negara muslim. Ini memberi sinyal bahwa demokrasi sebagai sebuah sistem ideologi telah berhasil ditanam.
Bagaimana dengan ajaran Hak Asasi Manusia? Nyaris tak jauh beda. Saat memberi Kata Pengantar, M.M. Billah, seorang pegiat HAM, menyatakan bahwa fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri menunjukkan bahwa ajaran hak asasi manusia merupakan produk kebudayaan dan filsafat Barat dalam masa Pencerahan di abad ke-18, ketika para ahli filsafat masa itu berupaya mencari landasan kebenaran moral dan keagamaan di dalam sifat-sifat manusia, dan mengembangkan satu agama serta moralitas yang ‘alamiah’. Tetapi konsepsi tentang sifat manusia dan kebebasan manusia yang muncul pada kenyataannya amat menyatu dengan tradisi budaya yang memunculkannya, yakni kebudayaan dan filsafat Barat itu sendiri. (Agama dan Hak Asasi Manusia, John Kelsay dan Sumner B. Twiss)
Bukti bahwa ajaran hak asasi manusia ini tidak bisa lepas dari kebudayaan dan filsafat Barat bisa ditelusuri dari berbagai deklarasi yang melatarinya. Magna Charta (1215) dianggap sebagai dokumen sejarah yang menggagas hak asasi manusia. Magna Charta berisi prinsip-prinsip trial by jury (peradilan oleh juri), habeas corpus (surat perintah penahanan), dan pengawasan parlemen atas pajak. Walaupun hanya berisi prinsip-prinsip di atas, oleh beberapa kalangan, Magna Charta tetap dijadikan monumen bagi lahirnya gagasan-gagasan hak asasi manusia berikutnya. Di Inggris tumbuh gagasan melalui Petition of Rights (1628) dan Bill of Rights (1689). Di Amerika dengan Declaration of Independence (1776). Di Perancis, setelah Revolusi Perancis, lahir apa yang disebut dengan Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia dan Warganegara (Declaration des Droit de l’home et du Citoyen, 1789). Hingga akhirnya semua gagasan yang berkembang dirumuskan menjadi sebuah deklarasi. Lahirlah kemudian Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun 1948. Deklarasi inilah yang kemudian disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai dasar pemberlakuan hak asasi manusia di seluruh dunia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berisi 30 pasal tersebut secara resmi diterima Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Melalui Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, Pemerintah Republik Indonesia meratifikasi (mengesahkan) sebagai Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.
Sebagai produk kebudayaan dan filsafat Barat, ajaran hak asasi manusia tentu saja tidak bebas dari kritik. Pengejawantahan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan beragama di Barat (khususnya Perancis) justru buruk sekali. Larangan terhadap muslimah untuk mengenakan busana yang sesuai syariat ternyata tetap berlaku. Ini menunjukkan bahwa pemerintahan setempat belum bersungguh-sungguh memberikan hak yang bersifat asasi kepada kaum muslimin. Begitu pula yang terjadi di Amerika Serikat. Pasca peristiwa 11 September 2001 dengan hancurnya gedung WTC, pemerintah Amerika berlebihan, bahkan tidak patut dalam menyikapi warga muslim, terutama yang berasal dari warga asing. Apakah karena kemuslimannya lantas seseorang diperlakukan tidak patut di negara yang konon katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia?


Salah Satu Contoh Pelanggaran HAM :
Kewenangan Pengadilan HAM pada Kasus Kejahatan terhadap Kemanusiaan di Lapas Cebongan
Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat telah diupayakan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang dinilai tidak memadai, sehingga tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi undang-undang, dan oleh karena itu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut perlu dicabut. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.


PERKARA YANG DIPERIKSA OLEH PENGADILAN HAM
Pengadilan Ham berkompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap perkara terjadinya kejahatan ham berat berupa kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Vide Pasal 7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM). Untuk kasus terjadinya pembantaian di Laps Cebongan merupakan suatu peristiwa yang tergolong pada kejahatan terhadap kemanusiaan (Vide Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM). Adapun bunyi Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM sebagai berikut :
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e.perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asa) ketentuan pokok hukum intemasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasaan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid


KRONOLOGIS PEMBANTAIAN DI LAPAS CEBONGAN

Sindonews.com - Penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta berawal ketika mantan kopassus yang bernama Sertu Sriyono yang notebene rekan seangkatan dari pelaku, mengalami pembacokan oleh korban Lapas 2B Cebongan, Sleman Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan Sriyono tersungkur dan tewas di tempat kejadian.
Mengetahui rekan seangkatannya tewas di tangan korban Lapas 2B Cebongan, sebelas rekan seangkatan Sriyono langsung menyimpan dendam terhadap empat orang yang mengeksekusi Sriyono di tempat kejadian.
Selanjutnya, rekan-rekan Sriyono yang tergabung dalam grup 2 kopassus, seusai latihan dari Gunung Lawu, langsung mendatangi Lapas Cebongan. "Mereka adalah anggota kopassus, jadi sangat mudah untuk menemukan lapas, dimana pelaku yang menewaskan rekan seangkatannya" ujar Ketua TIM Investigasi, Wakil Komandan Pusat Polisi Militer, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono saat konferensi Pers di Kartika Media Center, Jakarta Pusat (4/4/2013).
Dengan bersenjatakan enam pucuk senjata, jenis senjata AK 47 berjumlah tiga buah yang dibawa dari tempat latihan, dan tiga pucuk senjata lainnya adalah replika AK 47 dan pistol.
Kemudian, Ketua TIM Investigasi, Wakil Komandan Pusat Polisi Militer, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono mengungkapkan, bahwa datangnya kesebelas rekan seangkatan Sriyono menggunakan dua unit kendaraan, yaitu satu unit mobil Avanza berwarna biru dan satu lagi menggunakan kendaraan APV berwarna hitam.
Lalu terdapat satu kendaraan lagi yaitu mobil feroza yang diisi oleh dua orang kopassus untuk mencegah kejadian tersebut, namun tidak berhasil untuk dicegah.
Setelah sampainya di lapas cebongan, grup dua kopassus tersebut langsung mendatangi petugas piket yang berjaga disana. Saat ditodongkan senjata AK 47, akhirnya petugas lapas membuka pintu lapas dan menunjukkan ruang tahanan tersebut.
Saat dimintai keterangan terkait dengan CCTV lapas, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono menjelaskan gerakan kopassus itu sudah seperti ninja, karena mereka memang sudah dilatih untuk cepat dan tidak terdeteksi.

KEWENANGAN FORMIL PENYELIDIKAN KASUS
Peristiwa pembantaian tersebut merupakan suatu kejahatan yang bersifat sistematis karena dimungkinkan ada suatu perencanaan yang ditunjukan oleh adanya fakta hukum terdapat dua orang oknum TNI AD yang berusaha melarang teman-temannya untuk melakukan pembantaian tersebut. Dengan adanya pelarangan ini, maka kegiatan pembantaian tahanan tersebut merupakan suatu kegiatan yang sudah direncanakan sedemikian rupa sehingga adanya persiapan berupa pembagian tugas seperti :
-    adanya persiapan untuk memalsukan surat perintah tugas dengan membuat surat yang seolah-olah berasal dari Polda Jogyakarta.
-    adanya persiapan senjata yang digunakan, karena senjata dan peluru dapat dipergunakan hanya dalam pelaksanaan tugas, bukan digunakan di luar tugas dan apabila senjata tersebut tidak digunakan, maka senjata harus disimpan pada suatu gudang senjata. Peluru pun demikian, setiap menggunakan peluru harus ada suatu perintah dan setelah menggunakan peluru harus ada suatu pelaporan tentang kegiatan apa yang sudah digunakan dan berapa banyak peluru yang digunakan.
-    adanya perencanaan dalam pembagian tugas seperti adanya penunjukan seorang eksekutor dan adanya penunjukan oknum anggota TNI AD yang melakukan penjagaan dan adanya pembagian tugas dalam pengamanan terhadap CCTV.
-    Adanya persiapan kendaraan, dimana kendaraan yang digunakan ini merupakan salah satu alat kejahatan yang dipergunakan untuk memudahkan terjadinya suatu kejahatan, sehingga kendaraan yang digunakan merupakan barang bukti dalam kejahatan kemanusiaan ini.
-    Adanya persiapan dalam penentuan waktu kegiatan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dengan adanya pembagian tugas dan persiapan sarana serta prasarana pendukung inilah merupakan suatu rangkaian persiapan yang telah direncanakan dan sudah dipersiapkan secara sistematis. Hanya saja dalam proses penyidikan juga masih banyak lagi yang harus dikerjakan bukan hanya selesai pada suatu pengakuan. Masih banyak barang bukti dan petunjuk yang harus diolah seperti bagaimana mekanisme komando dan pengendalian, yang artinya perlu adanya pendalaman terhadap sistem pelaporan dan sarana pelaporan agar dapat diungkap secara jelas kasusnya dan bukan hanya setengah-setengah. Sehingga perlu dilakukan pendalaman terhadap alat komunikasi yang digunakan oleh Oknum pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ini. Audit terhadap alat komunikasi ini amat penting di dalam mengungkap jelas peristiwa pidana yang terjadi.
Berdasarkan atas uraian di atas maka Komnas Ham merupakan Leading sektor dalam melakukan suatu penyelidikan hal ini disebabkankarena KOMNAS HAM merupakan lembaga yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan terhadap terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang berbunyi :
(1) Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
(2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.
Dengan memahami peran, tugas dan tanggung jawab Lembaga Komnas HAM untuk melakukan kegiatan penyelidikan ini, maka sudah seharusnya Lembaga Komnas HAM melakukan tindakan penyelidikan berupa : (Vide Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
a.   melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakatyang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
b.  menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat, serta mencari keterangan dan barang bukti;
c.   memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya;
d. memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya;
e.   meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
f.   memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya.
g. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
1) pemeriksaan surat;
2)  penggeledahan dan penyitaan;
3)  pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan,
4) bangunan, dan tempat2 lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu;
5)    mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan
Selain itu Komnas Ham pun memiliki kewenangan untuk pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan; penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti (Vide Pasal 89 ayat (4) huruf (c), (d) dan (e) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM)


KEWENANGAN PERADILAN SIPIL DAN HAM PADA KASUS CEBONGAN
Banyak tayangan di televisi yang menyatakan bahwa peristiwa pembantaian di proses melalui Peradilan Militer bukan peradilan sipil. Pendapat ini merupakan suatu pendapat yang keliru, seharusnya kompetensi kewenangan mengadil berada pada kewenangan pengadilan sipil, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 65 ayat (2) yang berbunyi :
PRAJURIT TUNDUK KEPADA KEKUASAAN PERADILAN MILITER DALAM HAL PELANGGARAN HUKUM PIDANA MILITER DAN TUNDUK PADA KEKUASAAN PERADILAN UMUM DALAM HAL PELANGGARAN HUKUM PIDANA UMUM YANG DIATUR DENGAN UNDANG-UNDANG”.
Pada ketentuan KUHPM yang tidak mengatur adanya ketentuan peristiwa terjadinya pembunuhan berencana, adapun peristiwa pidana militer yang diatur pada KUHPM berupa :
a.KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA
b.KEJAHATAN DALAM MELAKSANAKAN KEWAJIBAN PERANG, TANPA BERMAKSUD UNTUK MEMBERI BANTUAN KEPADA MUSUH ATAU MERUGIKAN NEGARA UNTUK KEPENTINGAN MUSUH
c.KEJAHATAN YANG MERUPAKAN SUATU CARA BAGI SESEORANG MILITER UNTUK
MENARIK DIRI DARI PELAKSANAAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DINAS.
d. KEJAHATAN TERHADAP PENGABDIAN
e.KEJAHATAN TENTANG PELBAGAI KEHARUSAN DINAS
f. PENCURIAN DAN PENADAHAN
g.PERUSAKAN, PEMBINASAAN ATAU PENGHILANGAN BARANG-BARANG KEPERLUAN ANGKATAN PERANG
Untuk itu karena ketentuan hukum acaranya sudah sangat jelas maka terhadap seluruh pelaku pembantaian di Lapas Cebongan sudah amat patut di proses melalui Peradilan sipil bukan peradilan militer yaitu diproses melalui HUKUM PIDANA SIPIL (Vide Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Junto Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI) atau di Proses Melalui Peradilan HAM (Vide Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang PERADILAN HAM), karena ketentuan peradilan sipil amatlah jelas sudah diatur dalm KUHAP, jadi tidaklah perlu adanya suatu persepsi dan atau debat table yang menyatakan belum ada ketentuan hukumnya oknum anggota TNI di Proses melalui Peradilan Sipil dalam rangka penghormatan terhadap hukum sebagaimana sudah diatur dalam ketentuan asas hukum EQUALITY BEFORE THE LAW.
Proses hukum ini amatlah penting agar didapat suatu efek penjeraan/ Deterence, supaya tidak terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan berulang yang disebabkan kurangnya efek penjeraan terhadap pelaku tindak pidana.





Sumber :